Rabu, 05 Januari 2011

Pola Longitudinal


I.                   PENDAHULUAN
1.1          Latar belakang
Ekologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang berasal dari bahasa Yunani “oikos” (rumah atau tempat tinggal) dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup.
         Air adalah suatu zat yang mengelilingi organisme yang hidup diperairan. Air juga merupakan bagian terbesar pembentuk tubuh tumbuhan dan binatang yang ada disekitar ataupun hidup didalam air. Air juga merupakan medium tempat terjadinya berbagai reaksi kimia, baik diluar maupun didalam tubuh organisme hidup (Nybakken, 1992). Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan lentik (tenang). Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin kehulu daerahnya pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai bergunung-gunung (Odum, 1996).
         Sungai adalah aliran air yang mengalir di permukaan bumi yang berasal dari air hujan, mata air yang berkumpul pada satu jalur kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah sampai menuju laut. Mengalirnya air menuju laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti bentuk topografi dari sungai tersebut, kecepatan arus, kedalaman dan kelebaran. Perubahan dari pola longitudinal ekosistem sungai dari hulu kehilir sangat dipengaruhi oleh suhu, kecepatan arus, dan pH (Odum, 1996).
         Pola longitudinal adalah pola memanjang dari bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Pola ini digunakan di suatu perairan yang mengalir seperti sungai dan berfungsi untuk mengetahui perubahan faktor fisika kimia suatu lingkungan perairan dan mengetahui organisme yang hidup di perairan tersebut. Distribusi longitudinal terjadi dimana kemiringan tidak jauh berbeda dari hulu ke hilir. Perubahan longitudinal yang jelas berhubungan dengan perubahan yang sangat terlihat yaitu suhu, kecepatan arus dan pH (Odum, 1996).

1.2        Tujuan
         Praktikum ekologi perairan, “Pola Longitudinal Ekosistem Sungai” ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Bagaimana pola perubahan dari faktor-faktor fisikokimia sepanjang dearah aliran sungai Serayu
2. Pengaruhnya terhadap biota perairan yang terdapat didalamnya.



















II.               TINJAUAN PUSTAKA

2.1          Deskripsi Sungai Serayu
Sungai Serayu merupakan sungai terbesar yang mengalir di Karesidenan Banyumas. Lahan di sekitar DAS Serayu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain sebagai pemukiman, pertanian, perkebunan, industri dan kegiatan penambangan. Sungai Serayu juga dimanfaatkan untuk kepentingan sebagai sumber air, yang merupakan sumber utama bagi kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, tempat pembuangan limbah baik domestik maupun industri, transportasi, penggalian tambang golongan C (batu dan pasir) dan perikanan (keramba) oleh penduduk sekitar (wikipedia.com).
2.2         Ekosistem
Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia) dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organik dan anorganik). Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982 ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya di mana terjadi hubungan antar keduanya (Irwan, 1992).
2.3          Sungai
Sungai adalah aliran air yang mengalir di permukaan bumi yang berasal dari air hujan, mata air yang berkumpul pada satu jalur kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah sampai menuju laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai bergunung-gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme (Odum, 1996).
          Sungai memiliki dua daerah (zona) utama, yaitu:
1.       Zona Air Deras:   Daerah yang dangkal di mana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lainnya, sehingga dasarnya padat, zona ini dihuni oleh benthos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegangan kuat pada dasar sungai dan ikan perenang kuat.
2.       Zona Air Tenang: Bagian air yang dalam dimana kecepaan arus telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap pada dasar perairan, sehingga dasarnya lunak dan tidak sesuai untuk benthos permukaan tapi cocok untuk penggali nekton dan beberapa plankton (Odum, 1996).
2.4          Kualitas Air
Kualitas air secara umum adalah keadaan atau kondisi serta mutu dari air tersebut, apakah kualitasnya baik atau buruk. Tingkat kualitas dari air dapat diperoleh bukan hanya dengan melihat air dari luarnya, seperti kecerahan air, substrat dasar tetapi juga harus melihat dengan melihat unsur-unsur yang dikandungnya seperti pH, dan koduktivitas dari air tersebut (safitrirayuni.blogspot.com).
2.4.1    Kecerahan atau Kejernihan
Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa di mana habitat akuatik di batasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap pada dasar perairan, hal ini sering kali penting  untuk dijadikan sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas. Kejernihan dapat diukur dengan alat yang amat sederhana yang disebut cakram secchi (dinamakan menurut penemunya A. Secchi seorang Italia yang memperkenalkannya pada tahun 1865). Cakram secchi adalah sebuah cakram putih bundar yang memiliki garis tengah kira-kira 20 cm yang cara kerjanya adalah dengan memasukan cakram secchi ke dalam air sampai tidak terlihat lagi perbedaan hitam dan putih dari permukaan air. Kedalaman itu disebut kejernihan cakram secchi yang dapat berkisar antara beberapa cm pada air yang amat keruh, sampai 40m pada air yang amat jernih (Odum, 1996).
  Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai yang dangkal dan biasanya terletak pada hulu sungai. Arus tersebut berfungsi untuk membuat dasar sungai bersih dari endapan dan materi lainnya. Oleh karena itu daerah pada hulu sungai memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang dalam yang kecepatan arusnya telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap pada dasar perairan, sehingga memiliki tingkat kecerahan yang rendah. Zona ini biasanya terdapat pada hilir sungai (Odum, 1996).
2.4.2    Derajat Keasaman (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan, yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 menunjukan bahwa larutan tersebut bersifat asam. Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan dengan
pH = − log10[H + ]
Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7 pada kesetimbangan. Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan (wikipedia.com)
 H_2O \rightleftharpoons H^+ + OH^-
2.4.3    Temperatur (Suhu)
          Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suhu sampai tingkat yang paling kecil. Suhu biasanya sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya panas sinar matahari yang sampai menyentuh air. Umumnya suhu air di permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28oC-310C. Sifat air yang terpenting adalah
1.              Panas jenis yang tinggi, satu gram kalori (gkal) panas diperlukan untuk menaikan suhu 1 derajat lebih tinggi (antara 15o – 16o)
2.              Kerapatan air yang tinggi terjadi pada suhu 4oC, diatas dan dibawah suhu tersebut air akan berkembang menjadi lebih ringan (Odum, 1996)
2.4.4    Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor fisika yang mempengaruhi keberadaan dan distribusi organisme perairan dari suatu habitat tempat hidupnya. Arus adalah faktor utama yang membuat kehidupan antara kolam, danau dan perairan mengalir (sungai) menjadi berbeda dan mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu perairan mengalir. Sehinggga, arus amat penting dipertimbangkan sebagai faktor pembatas. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran, kedalaman dan kelebaran dasar dari suatu sungai (Odum, 1996).
  Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai tersebut memliki kedalaman yang dangkal, kecepatan aus yang cepat dan biasanya terletak pada hulu sungai yang dipengaruhi oleh kemiringan dan topografinya. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang dalam yang kecepatan arusnya telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap pada dasar perairan, sehingga dasarnya lunak. Zona ini biasanya terdapat pada hilir sungai (Odum, 1996).
2.4.5  Konduktivitas
Konduktivitas adalah jumlah ion-ion terlarut per volumenya dan mobilitas ion-ion tersebut, satuannya adalah mS/cm (milli-Siemens per centimeter). Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu makhluk hidup di perairan  yaitu di bawah 400μs. Konduktivitas bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas sebesar 0,01, temperatur sebesar 0,01 dan kedalaman sebesar 20 meter. Secara umum, faktor yang paling dominan wikipedia.com dalam perubahan konduktivitas di air adalah temperatur (
2.4.6    Kedalaman).
Kedalaman adalah jarak antara dasar sampai ke permukaan sungai. Kedalaman merupakan penyebab terjadinya perbedaan dan keanekaragaman didalam perairan dasar, tengah dan permukaan.  Kedalaman suatu perairan melebihi dari 3 meter akan mengganggu proses fotosintesis, karena cahaya matahari tidak dapat menembus kedasar perairan yang terlalu dalam (Hawkins, 1979).
Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai yang yang kedalamannya dangkal dan biasanya terletak pada hulu sungai. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang memiliki kedalaman yang dalam dan biasanya zona ini terdapat pada bagian hilir sungai (Odum, 1996).
2.4.7    Lebar Sungai
            Lebar adalah jarak antara sisi yang kiri dengan sisi yang kanan. Lebar sungai sangatlah dipengaruhi oleh riparian vegetation yang menjaga terjadinya pengikisan Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di perairan  yaitu di bawah 400μs. Konduktivitas perairan yang melebihi atau diatas 400μs mahluk hidup atau organisme yang hidup di perairan akan stress dan akan mati. Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel maka hantaran listrik tinggi (Ewuise, 1990).
 (Substrat Dasar
2.4.8 Substrat dasar
          Substrat dasar adalah kondisi dasar dari perairan yang menjadi tempat tinggal bagi benthos dan menjadi kisaran toleransi bagi beberapa makhluk hidup. Setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan diantara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas (Odum, 1996). Substrat dasar termasuk faktor yang mempengaruhi keberadaan organisme. Substrat ini merupakan bagian dasar perairan yang terdiri dari batuan besar, kerikil lumpur, tanah liat berpasir. Substrat dasar berupa batu besar, kerikil biasanya banyak ditemukan didaerah hulu yang ditempati oleh banyak organisme. Hal ini disebabkan oleh bentuk topografi dari sungai tersebut, dimana arus deras biasanya membawa endapan-endapan pada dasar sungai. Sedangkan substrat dasar yang berupa lumpur, tanah liat berpasir biasanya ditemukan didaerah hilir yang ditempati oleh sedikit organisme (Hawkins, 1979).
2.4.9  Skor Fisik Habitat
          Skor fisik habitat adalah nilai dari kondisi yang terdapat pada suatu lingkungan habitat sungai tertentu. Dari nilai fisik tersebut dapat diperoleh bagaimana kondisi pada lingkungan tersebut, apakah lingkungan tersebut dalam keadaan Sub optimal, optimal, marginal atau poor (buruk) bagi organisme yang hidup didalamnya maupun yang ada disekitar sungai tersebut. Untuk dapat mendeskripsikan berapa skor fisik habitat dari suatu ekosistem dapat menggunakan tabel Barbour dan Stribling tahun 1991.
2.5          Riparian Vegetation
Riparian vegetation adalah tanaman tepi yang lokasi tumbuhnya berada pada tepi sungai atau laut. Tanaman tepi tersebut berfungsi sebagai bahan makanan atau tempat berlindung bagi beberapa organisme akuatik yang hidup disekitarnya. Selain itu tanaman tepi juga berfungsi sebagai penstabil keadaan tanah agar tidak terjadi erosi yang tinggi. Beberapa contoh riparian vegetation yang biasa tumbuh disekitar sungai diantaranya adalah tanaman putri malu, rumput teki, dan lain-lain (wikipedia.com).
























III.    MATERI DAN METODE
3.1     Materi
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol mineral, tali rafia, keping sechii, konduktivitimeter, tabel Barbour dan Stribling.
3.1.2 Bahan
          Daerah aliran sungai (DAS) Serayu dari hulu ke hilir. 

3.2     Metode
          Metode yang digunakan dalam praktikum ini dilakukan dengan metode pengukuran faktor fisikokimia air dari hulu sampai dengan hilir sepanjang sungai Serayu. Parameter yang akan di ukur yaitu kecerahan, pH, suhu, kecepatan arus, konduktivitas, kedalaman, substrat dasar, skor fisik habitat dan riparian vegetation.
3.2.1 Pengukuran Kecerahan
          Keping sechii dimasukan ke dalam air. Diukur kedalaman sampai batas antara hitam dan putih tidak dapat di bedakan. Jika dasar sungai masih dapat di bedakan catat kedalaman sampai dasar tersebut.
3.2.2    Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
          Dicelupkan kertas pH ke dalam air, perubahan warna yang terjadi pada kertas lakmus kemudian disamakan dengan warna skala pH yang tercantum.
3.2.3 Pengukuran Suhu
Pengukuran temperatur (suhu) dilakukan dengan cara mencelupkan termometer pada perairan, tunggu sampai beberapa menit sampai pengukuran pada termometer stabil dan tidak berubah-ubah, pengukuran ini dilakukan di 3 titik.

3.2.4 Pengukuran Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Botol yang berisi air setengah atau sepertiga dari ukuran botol kemudian di ikat dengan tali rafia sepanjang 10 meter. Setelah diikat botol tersebut dilemparkan ke sungai. Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut dibawa oleh arus sungai sejauh 10 meter.
3.2.5 Pengukuran Konduktivitas
          Konduktivitas diukur dengan menggunakan alat konduktivitimeter dengan cara mencelupkan sensor konduktivitimeter kedalam air sungai. Kemudian hasil yang diperoleh dicatat.
3.2.6 Pengukuran Kedalaman
Dilakukan pengukuran pada tiap 2 meter lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah diberi skala panjang.
3.2.7 Lebar Sungai
          Dalam menentukan lebar dari sungai yang diamati digunakan estimasi (pendugaan) secara visual.
3.2.8 Pengamatan Substrat Dasar
          Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan. Diestimasi secara visual persentasi bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir, kerikil, batu.
3.2.9 Pengamatan Skor Fisik Habitat
          Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaor dan stribling, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan.
Tabel. 1.  Kriteria penilaian kondisi fisik habitat menurut Barbour dan Stribling (1991)
Habitat parameter
Optimal
Suboptimal
Marginal
Poor
Substrat dasar
Lebih dari 60% dasara perairan terdiri atas kerikil, batu atau cadas dengan porsi yang kurang lebih sama. SKOR 20
30%-60% dari substrat dasar penilaian berupa batuan atau cadas. Substrat mungkin didominasi oleh salah satu kelas ukuran tersebut.
SKOR 15
10%-30% merupakan satu materi yang besar tetapi lumpur atau pasir 70-90% mendominasi substrat dasar.
SKOR 10
Substrat didominasi oleh lumpur dan pasir kerikil dan pasir dan materi yang lebih besar.
SKOR 5
Kekomplekan habitat
Berbagai macam tipe kayu pohon, cabang, tumbuhan akuatik terdapat pada segmen sungai membentuk habitat yang bervariasi. Segmen sungai tertutup kanopi.
SKOR 20
Substrat cukup bervariasi. Segmen sungai cukup terlindungi oleh kanopi.
SKOR 15
Habitat didominasi oleh 1 atau 2 macam komponen substrat, tumbuhan tepi yang menaungi segmen sungai sedikit.
SKOR 10
Habitat monoton pasir dan lumpur menyebabkan habitat tidak bervariasi.
SKOR 5
Kualitas yang menggenang
25% dari bagian yang menggenang sama atau lebih lebar dari setengah lebar sungai dan kedalamannya >1 m.
SKOR 20
<5% bagian yang menggenang kedalamannya >1 m dan lebih lebih lebar dari ½ lebar sungai. Umumnya bagian yang dalam ini lebih kecil dari setengah lebar sungai dan kedalamannya >1m.
SKOR 15
Kurang dari 1% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih dari lebar sungai. Bagian yang menggenang ini mungkin sangat dalam/dangkal.Habitat tidak bervariasi.
SKOR 10
Bagian yang menggenang kecil dan dangkal bahkan mungkin tidak terdapat bagian yang menggenang.
SKOR 5
Kestabilan tepi sungai
Tidak terdapat bukti-bukti bahwa tempat tersebut pernah terjadi erosi atau berpotensi untuk erosi.
SKOR 20
Jarang terjadi bagian tepi yang gugur, kemungkinan gugur ada tetapi rendah.
SKOR 15
Bagian tepi ada yang mengalami erosi saat banjir.
SKOR 10
Bagian tepi sungai tidak stabil, sering terjadi erosi.
SKOR 5
3.2.10 Pengamatan Riparian Vegetation
          Diestimasi secara visual bagian tepi sungai, dan dicatat riparian vegetation apa saja yang ada di tepi sungai.
3.3     Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 5-6 November 2008 di sepanjang daerah aliran sungai. (DAS) Serayu dari hulu ke hilir dan daerah yang diteliti terdiri dari daerah Pegalongan, Somagede, Kembangan, Mandiraja, Garung, dan  Kijajar.




IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1          Hasil
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan:
No
Perlakuan
Sungai A
Sungai B
Sungai C
Sungai D
Sungai E
Sungai F
Sungai G
1
Ph
7
7
7
7
7
7
6
2
Kecerahan Air
7 cm
8 cm
20 cm
10 cm
8 cm
24 cm
21 cm
3
Temperatur
30oC
26,2oC
24oC
26,2oC
27oC
21,5oC
19,6oC
4
Kecepatan Arus
3,495 m/s
1,4 m/s
2,96 m/s
0,526 m/s
10,09 m/s
13,88 m/s
2,96 m/s
5
Konduktivias
175,5µmhos
172,3µmhos
172,6µmhos
195,9µmhos
192µmhos
31,42µmhos
204,7µmhos
6
Skor Fisik Habitat
30
35
55
60
55
60
55
7
Lebar Sungai
60 m
40 m
20 m
52 m
28 m
9 m
19 m
8
Kedalaman
6 m
7 m
1,5 m
3 m
2,5 m
0,28 m
0,15 m
9
Substrat Dasar
Lumpur
Lumpur dan pasir
Batu cadas
lumpur
Batuan dan pasir
Batuan dan pasir
Batu basar, Pasir dan kerikil
10
Riparian Vegetation
80%
65%
55%
40%
80%
70%
50%

Keterangan:
Sungai A         (Pegalongan)                                       Sungai E          (Mandiraja)
Sungai B         (Somagede)                                         Sungai F          (Garung)
Sungai C         (Sigaluh)                                              Sungai G         (Kijajar)
Sungai D         (Kembangan)

4.2      Pembahasan
4.2.1    Kecerahan
Grafik 1. Grafik Tingkat Kecerahan Air
          Dari pangamatan tingkat kecerahan air yang dilakukan disepanjang daerah aliran sungai (DAS) Serayu, telah diperoleh data sebagai berikut: sungai A (7 cm), B (8 cm), C (20 cm), D (10), E (8 cm), F (24 cm) dan G (21 cm). Dari data tersebut sungai Garung yang letaknya berada dihulu sungai mempunyai tingkat kecerahan yang tinggi sebesar 24 cm dibandingkan dengan sungai yang berada dihilir sungai seperti sungai Pegalongan yang memiliki tingkat kecerahan air yang hanya 7 cm. Tingkat kecerahan disungai Garung disebabkan oleh kandungan substrat dasar yang berupa kerikil, batu-batuan dan memiliki arus yang cukup deras untuk membawa materi dan endapan-endapan yang berada pada dasar sungai. Ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang didapat, bahwa tingkat kekeruhan air yang rendah disebabkan oleh kandungan substrat dasar yang berupa lumpur, partikel yang mengendap dan arus yang rendah.
4.2.2  Derajat Keasaman Air (pH)
Grafik 2. Grafik Derajat Keasaman Air (pH)
          Dari hasil data yang diperoleh tingkat derajat keasaman air (pH) dari hulu ke hilir adalah sungai A (7), B (7), C (7), D (7), E (7), F (7) dan G (6). Dari data tersebut rata-rata nilai pH nya  adalah 7 yang berarti netral, tidak terlalu asam atau basa. Nilai pH pada daerah sungai Kijajar yang terletak pada hulu memiliki nilai pH yang berbeda dengan yang lain, yaitu 6. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kandungan unsur belerang didalam air dibagian hulu sungai Serayu. Belerang yang mengalir ke sungai berasal dari kawah gunung yang berlokasi didataran tinggi Dieng.
4.2.3    Temperatur
Grafik 3. Grafik Temperatur (suhu)
Dalam pengukuran temperatur sungai didapatkan data sebagai berikut: sungai A (30oC), B (26,2oC), C (24oC), D (26,2oC), E (27oC), F (21,5oC) dan G (19,6oC). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sungai yang memiliki suhu paling tinggi adalah sungai pada daerah Pegalongan dengan temperatur mencapai 30oC yang terletak pada hilir sungai. Sedangkan sungai yang terletak pada hulu sungai seperti sungai Kijajar memiliki temperatur yang lebih rendah, yaitu sekitar 19,6oC. Hal ini mungkin disebabkan oleh lokasi sungai Kijajar yang terletak didataran tinggi dan jarang mendapatkan sinar matahari yang banyak. Ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa temperatur sangatlah dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang sampai pada air sungai. Temperatur yang stabil dalam perairan adalah 25°C- 30°C. Temperatur optimum yang layak untuk kehidupan organisme yaitu 25°C-28°C.
4.2.4    Kecepatan Arus
Grafik 4. Grafik Kecepatan Arus
Dalam praktikum pengukuran kecepatan arus sungai didapatkan data sebagai berikut: sungai A (3,495), B (1,4), C (2,96), D (0,526), E (10,09), F (13,88) dan G (2,96). Dari data diatas sungai yang memiliki kecepatan arus yang tinggi adalah sungai Garung 13,88 m/s yang berada pada hulu sungai Serayu. Sungai Garung ini memiliki kedalaman yang dangkal dan berada pada hulu sungai. Hasil dari data ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada. Hal ini berarti kecepatan arus sangatlah dipengaruhi oleh kedalaman, bentuk topografi dan kemiringan dari dasar sungai tersebut.
4.2.5    Konduktivitas
Grafik 5. Grafik Konduktivitas
Dalam praktikum pengukuran konduktivitas dari air sungai diperoleh data sebagai berikut: Sungai A (175, 5 µmhos), B (172, 3 µmhos), C (172, 6 µmhos), D (195, 9 µmhos), E (192 µmhos), F (31, 42 µmhos) dan G (204, 7 µmhos). Dari Data tersebut dapat dilihat bahwa konduktivitas air dari daerah aliran sungai (DAS) Serayu berada dibawah 400 µmhos yang berarti perairan sungai Serayu baik jika digunakan oleh makhluk hidup untuk tempat tinggal bagi organisme akuatik dan dikonsumsi oleh makhluk hidup lainnya. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang didapat.
4.2.6    Kedalaman
Grafik 6. Grafik Kedalaman
Pada pengukuran kedalaman sungai diperoleh data sebagai berikut, sungai A memiliki kedalaman 6 m, B (7 m), C (1.5 m), D (3 m), E (2,5 m), F (0,28 m) dan G (0,15 m). Kedalaman di sungai serayu pada setiap stasiun bervariasi, disebabkan oleh adanya perbedaan suatu substrat dasar, kecepatan arus dan topografi dari sungai tersebut. Berdasarkan data yang telah kami peroleh, aliran sungai yang berada pada bagian hulu memiliki kedalaman yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian hilir yang memiliki kedalaman yang dalam. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang didapat.
4.2.7    Lebar Sungai
Grafik 7. Grafik Lebar Sungai
  Dalam praktikum pengukuran lebar sungai diperoleh data sebagai berikut, sungai A (60 m), B (40 m). C (20 m), D (52 m), E (28 m), F (9 m) dan G (19 m). Dari data diatas lebar sungai pada sungai serayu dari hilir ke hulu memiliki perbedaan, semakin kehilir lebar sungainya semakin besar dibandingkan pada bagian hulu. Hal ini mungkin disebabkan oleh bentuk topografi, substrat dasar, riparian vegetation, erosi dan arus sungai yang membawa endapan dari dasar sungai tersebut. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang diperoleh. Pegalongan mempunyai lebar sungai yang lebih lebar dibandingkan dengan Sungai yang lainnya. Sedangkan lebar sungai yang paling kecil terdapat pada sungai Kijajar.

4.2.8    Substrat Dasar
Sungai Serayu substratnya berbeda-beda di setiap stasiun. Substrat dasarnya yaitu di Pegalongan: berpasir, di Somagede: lumpur dan pasir, Kembangan: lumpur, Sigaluh: batu cadas, Mandiraja: batu dan pasir, Kijajar: batu besar dan Garung: kerikil. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa sungai pada daerah hilir substat dasrarnya didominasi oleh lumpur dan pasir. Sedangkan pada daerah hulu substrat dasaranya didominasi oleh batu cadas, batu kerikil dan pasir. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang didapat.
4.2.9    Skor Fisik Habitat
Grafik 8. Grafik Skor Fisik Habitat
Kondisi fisik habitat di bagian hulu seperti Kembangan, Mandiraja, Garung dan Kijajar sesuai kriteria penilaian kondisi fisik habitat menurut Barbour and Stribling yaitu sub optimal. Berarti daerah hulu sungai Serayu tersebut memiliki organisme akuatik yang bervariasi, baik kondisi lingkungan sekitarnya bagi kehidupan organisme akuatik dan organisme-organisme lainnya. Sedangkan pada daerah hilir seperti Pegalongan, Somagede dan Sigaluh sesuai kriteria penilaian kondisi fisik habitat tabel Barbour dan Stribling yaitu marginal. Dari kriteria tersebut memiliki arti bahwa kehidupan organisme didaerah hilir sungai Serayu tidak begitu bervariasi jika dibandingkan dengan daerah hilir. Dari data yang diperoleh sungai Kembangan adalah sungai yang memiliki skor fisik habitat paling tinggi dan sungai Pegalongan adalah sungai yang memiliki skor habitat paling rendah.
4.2.10 Riparian Vegetation
Grafik 9. Grafik riparian vegetation  
          Pada praktikum ini kami mengestimasi seberapa persen tumbuhan tepi yang berada pada setiap tepi sungai yang diamati. Dari pengamatan tersebut diperoleh data sebagai berikut, sungai A tanaman tepinya 80%, B (65%), C (55%), D (40%), E (80%), F (70%) dan G (50%). Dari data tersebut sepanjang daerah aliran sungai Serayu bagian tepinya masih terlindungi oleh riparian vegetation yang dalam kondisi baik. Maka dari itu pada sepanjang alian daerah sungai Serayu memiliki banyak variasi organisme akuatik.









V.               PENUTUP
5.1     Kesimpulan
1.       Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fisik sungai Serayu diantaranya adalah lebar sungai, kedalaman, suhu, pH, kecepatan arus, konduktifitas, skor fisik habitat, kejernihan dan substrat dasar.
2.       Pola perubahan dari hulu ke hilir sungai mengalami perubahan yang bervariasi sesuai dengan keadaan topografi dari sungai tersebut.
3.       Terdapat banyak organisme perairan yang hidup di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Serayu.
4.       Keadaan sungai Serayu pada saat ini baik bagi kehidupan organisme akuatik dan organisme lainnya yang hidup disepanjang aliran sungai (DAS) Serayu.

5.2     Saran
Dimohon kedepannya praktikum ini tetap berjalan agar kita dapat memantau perubahan-perubahan yang terjadi. Selain itu praktikum ini sebisa mungkin dapat meneliti kandungan oksigen dan unsur-unsur kimia lain yang terkandung didalam air sungai Serayu, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana keadaan air di sungai Serayu jika dilihat dari kandungan unsur-unsur pembentuknya.





DAFTAR PUSTAKA
Hawkins, H.A.1979. Invertebrates an Indikator Of River Water Quality. In James, A. And L. Erison, ED. Biology Indikator Of Water Quality. Jon Willey Sons, Toronto.

Irwan, Zoer’aini Djamal. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bandung : Bumi Aksara.

Nyabakken, James W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Odum, E.P.1996. Dasar-Dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Thahmosamingan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

DAFTAR PUSTAKA INTERNET





Rayuni, Safitri. 2008. Kualitas Air Bersih. www.safitrirayuni.blogspot.com. Diakses 20 Desember 2008.